Sabtu, 01 Juni 2013

RuRuqyah yang tidak dibolehkan



Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam berkata : “Akan masuk syurga 70,000 orang dari kalangan umatku tanpa dihisab”, mereka berkata : Siapakah mereka wahai Rasulullah? Baginda menjawab : “Mereka ialah orang tidak mengubati dirinya dengan ruqyah (jampi), tidak percaya kepada petanda baik atau buruk (dengan melihat burung dan sebagainya) dan tidak membakar bahagian tubuh yang sakit dengan besi panas. Mereka bertawakal kepada Allah semata-mata”. (Hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Penjelasan Hadis
Mengapa di sini orang yang meninggalkan ruqyah itu dipuji serta diberi kelebihan masuk syurga tanpa hisab sedangkan ruqyah itu diajar dan diamalkan sendiri oleh Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam? Para ulama’ mempunyai beberapa pendapat dalam menafsirkan phrase yang saya boldkan di atas. Antaranya :
  1. Ia membawa maksud mereka yang menjauhkan diri daripada kepercayaan bahawa ubat itu mendatangkan manfaat dengan sendirinya seperti mana yang dipercayai oleh orang-orang jahiliyah.
  2. Ruqyah yang dipuji sekiranya ditinggalkan itu adalah jenis ruqyah daripada perkataan jahiliyah, bukan daripada al-Quran dan Sunnah yang sahih serta jampi yang tidak dapat difahami maknanya.
(Rujukan : Fath al-Bari Syarh Sahih al-Bukhari oleh Ibn Hajar al-’Asqalani)

Syarat Ruqyah Syar’iyah



Para ulama sepakat membolehkan Ruqyah dengan 3 syarat iaitu :-
1 ~ Dengan mempergunakan firman Allah ( ayat-ayat Al-Quran ) atau nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
2 ~ Mempergunakan Bahasa Arab atau bahasa yang dapat difahami maknanya.
3 ~ Berkeyakinan bahwa zat Ruqyah tidak berpengaruh apa-apa kecuali atas izin Allah SWT.

Layanan Ruqyah Syar'iyyah




Rabu, 24 April 2013

Hari yang Lamanya Lima Puluh Ribu Tahun


Tokoh penuh hikmah Luqmanul Hakim pernah menasihati anaknya. ”Anakku, hiduplah untuk duniamu sesuai porsi yang Allah berikan. Dan hiduplah untuk akhiratmu sesuai porsi yang Allah berikan.” Tak seorangpun tahu berapa lama jatah hidupnya di dunia fana ini. Ada yang mencapai 60, 70 atau 80-an tahun. Ada yang bahkan berumur pendek. Wafat saat masih muda beliau. Yang pasti tak seorangpun bisa memastikan porsi umurnya di dunia. Pendek kata Wallahu a’lam, Allah saja yang Maha Tahu.
Adapun jatah hidup kita kelak di akhirat adalah tidak terhingga. Kita insyaAllah bakal hidup kekal selamanya di sana
Alangkah senangnya bila hidup kekal tersebut dipenuhi dengan kenikmatan surga. Namun, sebaliknya, alangkah celakanya bila kehidupan abadi tersebut diisi dengan siksa neraka yang menyala-nyala. ”Ya Allah, kami mohon kepadaMu surgaMu dan apa-apa yang mendekatkan kami kepadanya, baik ucapan maupun perbuatan. Ya Allah, kami berlindung kepadaMu dari siksa nerakaMu dan apa-apa yang mendekatkan kami kepadanya, baik ucapan maupun perbuatan.”
Artinya, jika kita bandingkan lama hidup di dunia dengan di akhirat, maka jatah hidup di dunia sangatlah sedikit. Sedangkan hidup manusia di akhirat sangat luar biasa lamanya. Praktis, hidup manusia di dunia seolah zero time (nol masa waktu) dibandingkan hidup di akhirat kelak. Wajar bila Nabi Muhammadshollallahu ’alaih wa sallam sampai mengibaratkan dunia bagai sebelah sayap seekor nyamuk. Artinya sangat tidak signifikan. Dunia sangat tidak signifikan untuk dijadikan barang rebutan.
Orang beriman kalaupun turut berkompetisi atau berjuang di dunia hanyalah sebatas mengikuti secara disiplin aturan main yang telah Allah subhaanahu wa ta’aala gariskan. Mereka tidak mengharuskan apalagi memaksakan hasil. Sehingga bukanlah menang atau kalah yang menjadi isyu sentral, melainkankonsistensi (baca: istiqomah) di atas jalan Allah. Berbeda dengan orang-orang kafir dan para hamba dunia lainnya. Mereka tidak pernah peduli dengan aturan main Allah subhaanahu wa ta’aala. Yang penting harus menang. Prinsip hidup mereka adalah It’s now or never (Kalau tidak sekarang, kapan lagi…?!). Sedangkan prinsip hidup orang beriman adalah If it’s not now then it will be in the Hereafter(Kalaupun tidak sekarang, maka masih ada nanti di akhirat). Sehingga orang beriman akan selalu tampilelegan, tidak norak ketika terlibat dalam permainan kehidupan dunia. Sebab kalaupun ia kalah di dunia, ia sadar dan berharap segala usahanya yang bersih tersebut tidak menyebabkan kekalahan di akhirat. Sementara kalau ia menang di dunia ia sadar dan berharap segala amal ikhlasnya bakal menyebabkan kemenangan di akhirat yang jauh lebih menyenangkan.
Di antara perkara yang selalu membuat orang beriman berlaku wajar di dunia adalah ingatannya akan hari ketika manusia dibangkitkan. Saat mana setiap kita bakal dihidupkan kembali dari kubur masing-masing lalu dikumpulkan di Padang Mahsyar. Tanpa pakaian apapun di badan dengan matahari yang jaraknya sangat dekat dengan kepala manusia. Seluruh manusia bakal hadir semua sejak manusia pertama, Adam alaihis-salaam, hingga manusia terakhir. Semua menunggu giliran diperiksa dan diadili orang per orang. Sebuah proses panjang serta rangkaian episode harus dilalui sebelum akhirnya tahu apakah ia bakal senang selamanya di akhirat dalam surga Allah ataukah sengsara berkepanjangan di dalam api neraka. Proses panjang tersebut akan berlangsung lima puluh ribu tahun sebelum jelas bertempat tinggal abadi di surgakah atau neraka. Laa haula wa laa quwwata illa billah…! Begitulah gambaran yang diberikan oleh Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam:
Abu Hurairah r.a.berkata bahwa, Rasulullah saw. bersabda, “Tidak seorang pun pemilik simpanan yang tidak menunaikan haknya (mengeluarkan hak harta tersebut untuk dizakatkan) kecuali Allah akan menjadikannya lempengan-lempengan timah yang dipanaskan di neraka jahanam, kemudian kening dan dahi serta punggungnya disetrika dengannya hingga Allah SWT berkenan menetapkan keputusan di antara hamba-hambaNya pada hari yang lamanya mencapai lima puluh ribu tahun yang kalian perhitungkan (berdasarkan tahun dunia). (Baru) setelah itu ia akan melihat jalannya, mungkin ke surga dan mungkin juga ke neraka.” (HR Ahmad 15/288)
Sungguh, suatu hari yang sulit dibayangkan! Apalagi -karena matahari begitu dekat dari kapala manusia- selama hari itu berlangsung manusia bakal basah dengan keringat masing-masing sebanding dosa yang telah dikerjakannya sewaktu di dunia. Ada yang keringatnya hanya sampai mata kakinya. Ada yang mencapai pinggangnya. Ada yang mencapai lehernya. Bahkan ada yang sampai tenggelam dalam keringatnya. Hari itu sedemikian menggoncangkan sehingga para sahabatpun sempat resah. Mereka meminta kejelasan kepada Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Mereka tidak bisa membayangkan bagaimana akan sanggup melewati hari yang begitu lamanya, yakni hingga lima puluh ribu tahun. Maka Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam menenteramkan hati mereka dengan menjanjikan adanya dispensasi khusus dari Allah subhaanahu wa ta’aala bagi orang beriman pada hari itu:
Sahabat bertanya kepada Rasulullah saw:”Sehari seperti lima puluh ribu tahun… Betapa lamanya hari itu!” Maka Rasulullah saw bersabda:”Demi jiwaku yang berada di dalam genggaman-Nya, sesungguhnyahari itu dipendekkan bagi mu’min sehingga lebih pendek daripada sholat wajibnya sewaktu di dunia.” (HR Ahmad 23/337)
Alhamdulillahi rabbil ‘aalamiin. Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan orang beriman sejati sehingga kami sanggup menjalani hari yang tidak ada naungan selain naunganMu. Amin.-

Sabtu, 09 Maret 2013

HUKUM PUASA PATI GENI DAN TIRAKAT



PERTANYAAN
  1. Puasa mutih, Puasa ngrowot,Puasa  patigeni, boleh apa tidak??
  2. Apakah tidak termasuk wishol yang dilarang?

JAWABAN

  1.  Setiap puasa yang dilakukan sesuai dengan hukum syara’ yang tidak tuntunan pelaksaannya, masuk dalam kategori puasa sunah mutlak, dan niatnya adalah puasa mutlak. Dengan demikian, selama pelaksanaan puasa patigeni tidak mengandung hal-hal yang dilarang dalam agama, maka puasa tersebut termasuk puasa sunah mutlak.

أسنى المطالب - (ج 5 / ص 281)       

 ( وَتَكْفِي نِيَّةٌ مُطْلَقَةٌ فِي النَّفْلِ الْمُطْلَقِ ) كَمَا فِي نَظِيرِهِ مِنْ الصَّلَاةِ ( وَلَوْ قَبْلَ الزَّوَالِ لَا بَعْدَهُ ) { لِأَنَّهُ صَلَّى        اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِعَائِشَةَ يَوْمًا هَلْ عِنْدَكُمْ مِنْ غَدَاءٍ قَالَتْ لَا قَالَ فَإِنِّي إذًا أَصُومُ قَالَتْ وَقَالَ لِي يَوْمًا آخَرَ   أَعِنْدَكُمْ شَيْءٌ قُلْت نَعَمْ قَالَ إذًا أُفْطِرُ وَإِنْ كُنْت فَرَضْت الصَّوْمَ } رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيُّ وَصَحَّحَ إسْنَادَهُ

     “Dalam puasa sunah mutlak (yang tidak terkait dengan puasa wajib dan sunah), cara niatnya cukup dengan niat yang mutlak (umum), sebagaimana niat pada salat sunah mutlak. Meskipun letak niatnya sebelum dzuhur, dan tidak boleh setelah dzuhur. Karena Rasulullah Saw suatu hari berkata pada Aisyah: “Apa ada sarapan pagi?” Aisyah menjawab: “Tidak ada.” Nabi berkata: “Kalau begitu saya puasa.” Aisyah menyebutkan: Suatu hari yang lain Nabi bertanya pada saya: “Apa ada sarapan pagi? Saya menjawab:“Ada.” Nabi berkata:“Kalau begitu saya tidak puasa, meski saya perkirakan berpuasa.”


  1.  Puasa patigeni (puasa 24 jam) tidak termasuk puasa wishal yang dilarang oleh Rasullah Saw. karena puasa wishal yang dilarang adalah berpuasa selama 2 hari (48 jam).

 المجموع - (ج 6 / ص 357-359)

 وعن ابي سعيد الخدرى انه سمع النبي صلي الله عليه وسلم يقول " لا تواصلوا فأيكم ارد ان يواصل فليواصل إلى السحر قالوا فانك تواصل يارسول الله قال إنى لست كهيأتكم اني ابيت لى مطعم يطعمنى وساق يسقيني " رواه البخاري

 قال أصحابنا وحقيقة الوصال المنهي عنه أن يصوم يومين فصاعدا ولا يتناول في الليل شيئا لا ماء ولا مأكولا فان أكل شيئا يسيرا أو شرب فليس وصالا وكذا إن أخر الاكل الي السحر لمقصود صحيح أو غيره فليس بوصال وممن صرح بأن الوصال أن لا يأكل ولا يشرب ويزول الوصال بأكل أو شرب وان قل صاحب الحاوى وسليم الرازي والقاضى أبو الطيب وامام الحرمين والشيخ نصر والمتولي وصاحب العدة وصاحب البيان وخلائق لا يحصون من اصحابنا

 “Rasul bersabda: Janganlah kalian melakukan puasa wishal. Barangsiapa diantara kalian ingin melakukan wishal, maka lakukanlah hingga waktu sahur (sehari semalam). Para sahabat bertanya: Anda juga melakukan wishal, wahai Rasul? Rasul menjawab: Saya tidak sama dengan kalian. Di saat malam, ada yang memberi makan dan minum kepada saya.” (HR Bukhari)

 Para ulama madzhab Syafii menjelaskan bahwa hakikat puasa wishal yang dilarang adalah puasa dua hari atau lebih tanpa mengkonsumsi makanan dan minuman. Jika seseorang mengkonsumsi makanan atau minuman sedikit saja, maka tidak disebut wishal. Diantara ulama yang menjelaskan bentuk puasa wishal seperti definisi ini adalah Al Mawardi, Salim Al Razi, Qadhi Abu Thayyib, Imam Haramain dan lain lain.

 اسعاد الرفيق 2- 14

 ومنها اى معاصى البدن الوصال فى الصوم ولو نفلا للنهى عنه وفسره فى المجموع نقلا عن الجمهور بان يصوم يومين فاكثر من غير تناول مطعوم عمدا بلاعذر ...الى ان قال... قال الرويانى ولو فعل الوصال لا على قصد التقرب به لم يأثم كما فى الفتح واصله .

 “Diantara perbuatan maksiat tubuh adalah puasa wishal meskipun untuk puasa sunah. Sebab Rasulullah melarang jenis puasa seperti ini. Sebagaimana diterangkan oleh Imam Nawawi dalam kitab Majmu’nya, puasa wishal adalah puasa selama dua hari atau lebih tanpa mengkonsumsi makanan secara sengaja dan tanpa udzur…. Imam Ruyani mengatakan bahwa bila seseorang melakukan puasa wishal tanpa bertujuan mendekatkan diri kepada Allah, maka dia tidak berdosa (boleh).”
[http://www.facebook.com/groups/piss.ktb/doc/262330947123054/]

MEMINTA IMBALAN KETIKA MENGOBATI ORANG SAKIT


MEMINTA IMBALAN KETIKA MENGOBATI ORANG SAKIT MELALUI DOA DAN AYAT AL-QUR'AN


Bolehkah meminta imbalan uang bila kita mengobati orang sakit mlalui doa dan ayat-ayat suci Al Qur'an ?


JAWABAN

BOLEH dan termasuk akad JU’ALAH (upah, komisi) atau akad IJAARAH (sewa jasa)
Keterangan diambil dari :

قال الزركشي ويستنبط منه جواز الجعالة على ما ينتفع به المريض من دواء أو رقية وإن لم يذكروه وهو متجه إن حصل به تعب وإلا فلا أخذا مما يأتي شرح م ر

Berkata az-Zarkasyi “darinya dapat diambil kesimpulan bolehnya menarik upah dari hal yang dapat bermanfaat bagi orang sakit baik berupa obat atau ruqyah (pengobatan dengan doa-doa secara syar’i) bila mengobatinya terdapat kesulitan bila tidak maka tidak boleh
Hasyiyah al-Bujairomi III/238, Majmuu’ ala al-Muhaddzab XV/116, Hasyiyah ar-ramli II/439, Nihayah al-Muhtaaj V/465
_________________________

تجوز الجعالة على الرقية بالجائز كالقرآن ، والدواء كتمريض مريض وعلاج دابة

Boleh mengambil upah dari pengobatan ruqyah memakai hal yang dilegalkan seperti (bacaan) alQuran dan obat semacam untuk menyembuhkan orang sakit atau untuk mengobati binatang ternak
Bughyah al-Mustarsyidiin I/350
___________________________

( فَرْعٌ ) تَجُوزُ الْجَعَالَةُ عَلَى الرُّقْيَةِ بِجَائِزٍ كَمَا مَرَّ وَتَمْرِيضِ مَرِيضٍ وَمُدَاوَاتِهِ ، وَلَوْ دَابَّةً ثُمَّ إنْ عَيَّنَ لِذَلِكَ حَدًّا كَالشِّفَاءِ وَوُجِدَ اسْتَحَقَّ الْمُسَمَّى وَإِلَّا فَأُجْرَةَ الْمِثْلِ .

CABANG
Boleh mengambil upah dari pengobatan ruqyah memakai hal yang dilegalkan seperti keterangan yang lalu dan menyembuhkan/ mengobati orang sakit meskipun (yang sakit) binatang ternak
Bila upahnya ditentukan berupa hal tertentu dan si sakit berhasildisembuhkan maka ia berhak mendapatkan upah (yang ditentukan) sedang bila kesembuhannya tidak didapatkan maka ia hanya berhak mendapatkan ujrah mitsli (upah wajah atas sebuah jasa)
Tuhfah al-Muhtaaj XXVI/468, Hasyiyah al-Jamal VII/508
_____________________________

( قَوْلُهُ لِعَدَمِ الْمَشَقَّةِ ) يُؤْخَذُ مِنْهُ صِحَّةُ الْإِجَارَةِ عَلَى إبْطَالِ السِّحْرِ ؛ لِأَنَّ فَاعِلَهُ يَحْصُلُ لَهُ مَشَقَّةٌ بِالْكِتَابَةِ وَنَحْوِهَا مِنْ اسْتِعْمَالِ الْبَخُورِ وَتِلَاوَةِ الْأَقْسَامِ الَّتِي جَرَتْ عَادَتُهُمْ بِاسْتِعْمَالِهَا

(Keterangan karana tidak terdapat kesulitan) dari sini disimpulkan sahnya mensewakan jasa untuk menolak sihir karena terdapat kesulitan bagi pelakunya (dalam menjalankan profesinya) dengan menulis, membakar kemenyan dan membaca doa-doa yang biasa dilakukan dalam menangani gangguan sihir.
Hasyiyah al-Bujairomi III/169

Wallaahu A'lamu Bis showaab

Minggu, 03 Februari 2013

Pengobatan Islami Assyarif: Titik Bekam

Pengobatan Islami Assyarif: Titik Bekam: Klinik terapi Assyarif Alamat Praktek : Ciputat Raya, jl.H.Goden ujung Rt.08/011 no.23B. pondok pinang keb.lama jakarta selatan Telpon. ...

Rabu, 30 Januari 2013

Sekilas Penyakit Ruhaniah


Orang pintar makan untuk bertahan hidup,
sementara orang bodoh bertahan hidup untuk makan.



“Bila sakit berlanjut, hubungi dokter.” Kalimat tersebut sering kita dapatkan setelah tayangan iklan obat sakit kepala, sakit perut, sakit demam, dan penyakit jasmani lainnya di televisi. Ya, penyakit jasmani begitu banyak obatnya. Apabila obat yang dijual bebas tidak mempan, maka upaya penyembuhan dapat dilakukan dengan menghubungi dokter, klinik, atau rumah sakit terdekat. Jaminan kesehatan pun disediakan.

Lain halnya dengan penyakit ruhani atau batin. Iklan obatnya tidak ada, begitu pula dengan klinik, rumah sakit, serta dokter spesialisnya. Tak ada obat khusus penyakit sombong, tidak ada dokter spesialis penyakit dengki, misalnya. Padahal akibat yang ditimbulkan penyakit-penyakit batin itu bisa lebih gawat bila tak diobati segera. Disebabkan sifatnya yang abstrak, penyakit ruhani membutuhkan penanganan yang berbeda dengan penyakit jasmani. Pengetahuan dan pemahaman agama adalah alat untuk mendiagnosis penyakit batin yang menjangkit, serta menyembuhkannya.

Abdurrahman Ibnu al-Jauzi, ulama-psikolog yang hidup di abad kelima Hijrah ini menawarkan pengobatan spiritual yang berupaya menyehatkan dan menyelaraskan nilai-nilai (al-ma’ani). Buku yang berjudul asli al-Thibb al-Ruhani ini merupakan penyempurna buku Luqath al-Manafi yang berisi pengobatan untuk fisik. Buku ini memberikan cara tepat mengatasi aneka problem spiritual, mencegah hawa nafsu agar tidak mengganngu, dan mengobati penyakit yang terlanjur menjangkit akibat menuruti hawa nafsu.

Hawa nafsu adalah kecenderungan naluriah terhadap sesuatu yang selaras dengannya. Ia tidak tercela selama dibolehkan oleh syariat (mubah). Yang tercela, apabila ia melampaui batas kebolehan itu. Di dalam diri manusia terdapat tiga unsur penting, yakni akal (juz’aqli) yang sisi keutamaannya adalah ilmu sedang sisi ketercelaannya adalah kebodohan; kedua, unsur amarah (juz’ ghadhabi) yang menimbulkan ketegasan atau kepengecutan; dan ketiga, unsur hawa nafsu (juz’ syahwani).

Di antara penyakit batin adalah   rakus, cinta birahi, haus kekuasaan, bakhil, boros, bohong, dengki, dendam, marah, sombong, riya, dan malas. Tentang penyakit marah, disampaikan bahwa bila kita sedang marah saat berdiri, maka berbaringlah, karena berdiri saat sedang marah bisa memicu melakukan tindakan kasar. Dan, apabila marah saat bicara, segeralah diam, karena kemarahan dapat memicu tindakan gegabah. Jika orang yang sedang marah tidak dapat menguasai diri dengan cepat, ia dapat melakukan hal-hal merugikan yang akan disesalinya.

Untuk mengobati penyakit marah, si pemarah mestinya berpikir bagaimana jika ia marah, dan bagaimana jika ia bersikap tenang. Ia akan tahu bahwa jika ia marah, sebenarnya ia telah gila dan lepas dari kontrol akal sehat. Dan, jika ia tidak mau membuang amarahnya, ia akan terus berniat untuk menghajar orang yang ia marahi itu. Dengan begitu ia akan bisa tenang. Dalam kondisi tenang, ia dapat memikirkan akibat buruk dari lampias kemarahannya (hal. 62).

Tentang nafsu atas kekuasaan, Ibnu Jauzi memberi nasihat dengan mengutip hadits Nabi, “Setiap orang yang memerintah sepuluh orang, apalagi lebih, akan datang menghadap Allah Swt kelak di hari kiamat dalam keadaan tangannya terbelenggu di lehernya. Tak ada yang bisa melepaskannya selain perbuatan baiknya, atau ia celaka karena dosanya.”

Mengobati penyakit batin memang tidak mudah, kita perlu mengoptimalkan fungsi akal sehat dan hati yang jernih